Sabtu, 11 Maret 2017

FIQIH WANITA : HUKUM KERAMAS,MEMOTONG RAMBUT DAN KUKU BAGI WANITA HAIDL/NIFAS

Assalamualaikum Yi...pripun HUKUM e KERAMAS, MEMOTONG RAMBUT DAN KUKU SAAT HAID/NIFAS???





Menu makan malam
Pukul, 20:00-21:00 WIB
RABU, 08 Maret 2017
(DASI)

 دعي عمرتك وانقضي رأسك وامتشطي“Tinggalkan umrahmu (yakni niatkanlah haji qiran), lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…”(HR. Bukhari 317 & Muslim 1211)Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkan A’isyah yang sedang haid untuk menyisir rambutnya. Padahal beliau baru saja datang dari perjalanan. Sehingga kita bisa menyimpulkan dengan yakin, pasti akan ada rambut yang rontok. Namun Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamtidak menyuruh A’isyah untuk menyimpan rambutnya yang rontok untuk dimandikan setelah suci haid.Hadis ini menunjukkan bahwa rambut rontok atau potong kuku ketika haid hukumnya sama dengan kondisi suci. Artinya, tidak ada kewajiban untuk memandikannya bersamaan dengan mandi haid. Jika hal ini disyariatkan, tentu Nabishallallahu ‘alaihi wa sallamakan jelaskan kepada A’isyah agar menyimpan rambutnyadan memandikannya bersamaan dengan mandi haidnya, karena tidak boleh bagi Rasulullah saw mengakhirkan penjelasan disaat dibutuhkan sebagaimana kaedah ini disebutkan oleh para ulama:“Ta`khirul Bayan ‘Inda waqtil Hajah Laa Yajuz/Mumtani’.

 وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَحْلِقَ أَوْ يُقَلِّمَ أَوْ يَسْتَحِدَّ أَوْ يُخْرِجَ دَمًا أَوْ يُبِيْنَ مِنْ نَفْسِهِ جُزْءًا وَهُوَ جُنُبٌ إِذْ تُرَدُّ إِلَيْهِ سَائِرُ أَجْزَائِهِ فِي اْلآخِرَةِ فَيَعُوْدُ جُنُباً وَيُقاَلُ إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُهُ بِجِناَبَتِهَا

Tidak seyogyanya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya disaat dia sedang berjunub karena seluruh bagian tubuhnya akan dikembalikan kepadanya di akhirat kelak, lalu dia akan kembali berjunub. Dikatakan bahwa setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut. Ihya Ulumaddin

Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj 4/56 menyatakan.

النص على أن الحائض تأخذها " انتهى يعني الظفر والعانة والإبط

Menurut nash madzhab Syafi'i, perempuan haid boleh memotong kuku, bulu kemaluan, dan bulu ketiak.


Seorang yang junub atau perempuan yang haid sebaiknya tidak memotong kuku, rambut karena bagian yang terpotong dari badan manusia akan dikembalikan kelak di hari kiamat dan orang tersebut kelak akan menghadap Allah juga dalam keadaan membawa hadats besar sebagaimana dikemukakan Imam Al-Ghozali dalam Ihya’ Ulumiddin. Pendapat yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghozali di dalam Ihya’ memakai redaksi kalimat “ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ “. Kalimat ini bisa menunjukkan hukum makruh atau haram (paling tidak dihukumi makruh).

Namun menurut ulama’ lain seperti Imam Qulyubi, anggota tubuh yang dikembalikan di hari kiamat adalah anggota yang ada pada saat dia meninggal dunia, bukan yang telah terpotong sebelumnya, karena anggota badan dikembalikan pada hari kebangkitan adalah anggota tubuh yang ada saat dia mati. Jadi, jika mengacu pada pendapat ini alas an yang dikemukakan tidak bisa diterima, karena itu alas an tersebut tidak dapat dijadikan alas an pelarangan memotong kuku atau rambut saat haid.
Kesimpulannya, masih terjadi perselisihan mengenai pelarangan memotong kuku dan rambut saat haid dan sebelum mandi besar, jadi sebaiknya hal tersebut tidak dilakukan untuk menghindari perselisihan pendapat dalam masalah ini dan sebagai langkah ihthiyath (kehati-hatian).
Wallahu a’lam.

Referensi :

1. Ihya’ Ulumiddin /I /401

ﻭﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺤﻠﻖ ﺃﻭ ﻳﻘﻠﻢ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﺤﺪ ﺃﻭ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﻟﺪﻡ ﺃﻭ ﻳﺒﻴﻦ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺟﺰﺀﺍً ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ؛ ﺇﺫ ﺗﺮﺩ ﺇﻟﻴﻪ ﺳﺎﺋﺮ ﺃﺟﺰﺍﺋﻪ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻓﻴﻌﻮﺩ ﺟﻨﺒﺎً، ﻭﻳﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﻛﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺗﻄﺎﻟﺒﻪ ﺑﺠﻨﺎﺑﺘﻬﺎ

2. Al-Fawa’id Al-Makkiyah, Hal: 54

ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺍﻷﻏﻠﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻨﺪﻭﺏ ﺗﺎﺭﺓ ﻭﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﺍﺧﺮﻯ ﻭﻳﺤﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﺣﺪﻫﻤﺎ ﺑﺎﻟﻘﺮﻳﻨﺔ، ﻭﻗﺪ ﻳﺴﺘﻌﻤﻞ ﻟﻠﺠﻮﺍﺯ ﻭﺍﻟﺘﺮﺟﻴﺢ ﻭﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﻟﻠﺘﺤﺮﻳﻢ ﺍﻭ ﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ

3. Hasyiyah Al-Qulyubi Ala Syarhil Mahalli, Jilid: 1 Hal: 78

ﻓﺎﺋﺪﺓ : ﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺍﻹﺣﻴﺎﺀ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﻳﺰﻳﻞ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺷﻌﺮﻩ ﺃﻭ ﻳﻘﺺ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﻇﻔﺮﻩ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﺤﺪ ﺃﻭ ﻳﺨﺮﺝ ﺩﻣﺎ ﺃﻭ ﻳﺒﻴﻦ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺟﺰﺀﺍ ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ ﺇﺫ ﺳﺎﺋﺮ ﺃﺟﺰﺍﺋﻪ ﺗﺮﺩ ﺇﻟﻴﻪ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻓﻴﻌﻮﺩ ﺟﻨﺒﺎ ، ﻭﻳﻘﺎﻝ : ﺇﻥ ﻛﻞ ﻋﺸﺮﺓ ﺗﻄﺎﻟﺒﻪ ﺑﺠﻨﺎﺑﺘﻬﺎ ﺍﻧﺘﻬﻰ ، ﻭﻓﻲ ﻋﻮﺩ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺪﻡ ﻧﻈﺮ ، ﻭﻛﺬﺍ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ ﻷﻥ ﺍﻟﻌﺎﺋﺪ ﻫﻮ ﺍﻷﺟﺰﺍﺀ ﺍﻟﺘﻲ ﻣﺎﺕ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺇﻻ ﻧﻘﺺ ﻧﺤﻮ ﻋﻀﻮ ﻓﺮﺍﺟﻌﻪ.

Sunah untuk tidak memotong kuku,rambut dll
Keterangan,kelak di akhirot anggota badan yg belum disucikan akan kembali kepemiliknya masih dalam keadaan jinabat (belum disucikan) akan tetapi bila terlanjur di potong maka wajib dibasuh
Adalah tempat (bekas) anggota yg dipotong bukan potongan dari anggota itu.
Sangkeng  (uyunul masa-il linnisa')

Kitab Asna al-Mathōlib Syarh Raudl at-Thālib juz: 01, shohf 284)

( فَرْعٌ ) قَالَ الغَزَالِي: لاَ يَنْبَغِي لِلجُنُبِ أَنْ يُزِيْلَ شَيْئًا مِنْ أَجْزَائِهِ أَوْ دَمِهِ قَبْلَ غُسْلِهِ إِذْ يُرَدُّ إِلَيْهِ فِي الآخِرَةِ جُنُبًا وَيُقَالُ إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُهُ بِجَنَابَتِهَا (أسنى المطالب شرح روض الطالب

“[ cabang masalah] Imam al-Ghazali berkata: tidak seyogyanya bagi orang junub untuk menghilangkan (dengan cara mencukur, memotong, dll. pen-) sebagian dari anggota tubuhnya, atau mengeluarkan darah (semisal dengan cara berbekam) sebelum mandi besar (junub). Dikarenakan, kelak di akhirat akan dikembalikan lagi, maka kondisinya pun dalam keadaan junub. Seraya dikatakan bahwa sesungguhnya setiap helai rambut menuntut dirinya akan status jinabatnya.

Fatkhul bari juz 1 shohf 346

وَقَالَ عَطَاءٌ : يَحْتَجِمُ الْجُنُبُ ، وَيُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ ، وَيَحْلِقُ رَأْسَهُ ، وَإِنْ لَمْ يَتَوَضَّأْ .  وَمَا حَكاهُ عَنْ عَطَاءٍ ، مَعْنَاهُ : أَنَّ الْجُنُبَ لَا يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ وَظُفْرِهِ فِيْ حَالِ جَنَابَتِهِ ، وَلَا أَنْ يُخْرِجَ دَمَهُ بِحِجَامَةٍ وَغَيْرِهَا

وَلَا نَعْلَمُ فِيْ هَذَا خِلَافاً إِلَّا مَا ذَكَرَهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَهُوَ أَبُو الْفَرَجِ الشَّيْرَازِيِّ ، أَنَّ الْجُنُبَ يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ وَأَظْفَارِهِ

‘Atha berkata: “Orang junub berbekam, ,mencukur kepalanya walaupun tidak berwudhu”. Apa yang diceritakan dari ‘Atha maknanya ialah bahwasanya orang junub tidak dimakruhkan memotong rambut dan kukunya ketika dia junub, dan tidak makruh mengeluarkan darahnya dengan berbekam atau lainnya. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini keculai apa yang dituturkan sebagaian ash_hab kami yaitu Abul Faraj asy Syairazi bahwasanya orang junub makruh memotong rambut dan kuku.

Memotong kuku, atau rambut saat haidh, junub, maupun nifas.

Disunnahkan untuk tidak dilakukan.

ﻧﻬﺎﻳﺔ ﺍﻟﺰﻳﻦ ﺻــ 31 ﻭﻣﻦ ﻟﺰﻣﻪ ﻏﺴﻞ ﻳﺴﻦ ﻟﻪ ﺍﻻ ﻳﺰﻳﻞ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺑﺪﻧﻪ ﻭﻟﻮ ﺩﻣﺎ ﺍﻭ ﺷﻌﺮﺍ ﺍﻭ ﻇﻔﺮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﻐﺘﺴﻞ ﻷﻥ ﻛﻞ ﺟﺰﺀ ﻳﻌﻮﺩ ﻟﻪ ﻓﻰ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻓﻠﻮ ﺃﺯﺍﻟﻪ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻐﺴﻞ ﻋﺎﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺤﺪﺙ ﺍﻻﻛﺒﺮ ﺗﺒﻜﻴﺘﺎ ﻟﻠﺸﺨﺺ

Dan seseorang yang berkewajiban mandi disunnahkan baginya untuk tidak menghilangkan sesuatupun dari badannya walaupun hal itu berupa darah, rambut, dan atau kuku sampai orang tersebut mandi, karena setiap bagian tubuh manusia akan dikembalikan kelak di akhirat, Jikalau dihilangkan sebelum mandi maka hadats besar tersebut akan kembali lagi sebagai hujjah yang bisa mengalahkan bagi seseorang.

Seorang yang junub atau perempuan yang haid sebaiknya tidak memotong kuku, rambut atau anggota tubuh yang lainnya, karena bagian yang terpotong dari badan manusia akan dikembalikan kelak di hari kiamat.

Jika anggota yang terpotong dalam keadaan membawa hadats besar, maka akan dikembalikan di hari kiamat menghadap Allah juga membawa hadats besar sebagaimana dikemukakan Imam Al-Ghozali dalam Ihya’ Ulumiddin
Namun menurut ulama’ lain seperti Imam Bujairomi, anggota tubuh yang dikembalikan di hari kiamat adalah anggota yang ada pada saat dia meninggal dunia, bukan yang telah terpotong sebelumnya, karena anggota badan dikembalikan pada hari kebangkitan adalah anggota tubuh yang ada saat dia mati

Pendapat yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghozali di dalam Ihya’ memakai redaksi kalimat ( ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ) Kalimat ini bisa menunjukkan hukum makruh atau haram (paling tidak dihukumi makruh)

Referensi:

Al-Qola’id Al-Khoro’id /I /35-36

ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻣﻦ ﺍﻏﺘﺴﻞ ﺛﻢ ﻧﺘﻒ ﺷﻌﺮﺓ ﺑﻌﺪ ﻏﺴﻠﻬﺎ، ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ : ﺃﻭ ﻏﺴﻞ ﺃﺻﻠﻬﺎ : ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻏﺴﻞ ﻣﻮﺿﻌﻬﺎ، ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﻏﺴﻠﻪ، ﺃﻭ ﻗﺒﻞ ﻏﺴﻠﻬﺎ ﻭﺟﺐ، ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺼﺒﺎﻍ : ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﺪ ﻏﺴﻞ ﺃﺻﻠﻬﺎ ﻓﻘﻂ، ﻭﺑﻪ ﺟﺰﻡ ﺯﻛﺮﻳﺎ ﻓﻲ ” ﺍﻷﺳﻨﻰ ” ﻭﻏﻴﺮﻩ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ : ﻭﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺰﻳﻞ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺃﺟﺰﺍﺋﻪ ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ ﺇﺫ ﻳﺮﺩ ﻓﻲ ﺍﻷﺧﺮﺓ ﺑﺠﻨﺎﺑﻨﺘﻪ، ﻭﻳﻘﺎﻝ : ﻛﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺗﻄﺎﻟﺐ ﺑﺠﻨﺎﺑﺘﻬﺎ

ﺣﺎﺷﻴﺘﺎ ﻗﻠﻴﻮﺑﻲ – ﻭﻋﻤﻴﺮﺓ – ‏( ﺝ 1 / ﺹ 338 ‏)‏

( ﻓﺎﺋﺪﺓ ‏) : ﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺍﻹﺣﻴﺎﺀ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻺﻧﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﻳﺰﻳﻞ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺷﻌﺮﻩ ﺃﻭ ﻳﻘﺺ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﻇﻔﺮﻩ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﺤﺪ ﺃﻭ ﻳﺨﺮﺝ ﺩﻣﺎ ﺃﻭ ﻳﺒﻴﻦ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺟﺰﺀﺍ ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ ﺇﺫ ﺳﺎﺋﺮ ﺃﺟﺰﺍﺋﻪ ﺗﺮﺩ ﺇﻟﻴﻪ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻓﻴﻌﻮﺩ ﺟﻨﺒﺎ ، ﻭﻳﻘﺎﻝ : ﺇﻥ ﻛﻞ ﻋﺸﺮﺓ ﺗﻄﺎﻟﺒﻪ ﺑﺠﻨﺎﺑﺘﻬﺎ ﺍﻧﺘﻬﻰ ، ﻭﻓﻲ ﻋﻮﺩ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺪﻡ ﻧﻈﺮ ، ﻭﻛﺬﺍ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ ﻷﻥ ﺍﻟﻌﺎﺋﺪ ﻫﻮ ﺍﻷﺟﺰﺍﺀ ﺍﻟﺘﻲ ﻣﺎﺕ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺇﻻ ﻧﻘﺺ ﻧﺤﻮ ﻋﻀﻮ ﻓﺮﺍﺟﻌﻪ

Ihya’ Ulumiddin /I /401

ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ : ﻗﻠﺖ ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺃﻳﻨﺎﻡ ﺃﺣﺪﻧﺎ ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ؟ ﻗﺎﻝ ” : ﻧﻌﻢ ﺇﺫﺍ ﺗﻮﺿﺄ ” ﻭﻟﻜﻦ ﻗﺪ ﻭﺭﺩﺕ ﻓﻴﻪ ﺭﺧﺼﺔ ﻗﺎﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ” : ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻨﺎﻡ ﺟﻨﺒﺎً ﻟﻢ ﻳﻤﺲ ﻣﺎﺀ ” ﻭﻣﻬﻤﺎ ﻋﺎﺩ ﺇﻟﻰ ﻓﺮﺍﺷﻪ ﻓﻠﻴﻤﺴﺢ ﻭﺟﻪ ﻓﺮﺍﺷﻪ ﺃﻭ ﻟﻴﻨﻔﻀﻪ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻣﺎ ﺣﺪﺙ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻌﺪﻩ، ﻭﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺤﻠﻖ ﺃﻭ ﻳﻘﻠﻢ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﺤﺪ ﺃﻭ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﻟﺪﻡ ﺃﻭ ﻳﺒﻴﻦ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺟﺰﺀﺍً ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ؛ ﺇﺫ ﺗﺮﺩ ﺇﻟﻴﻪ ﺳﺎﺋﺮ ﺃﺟﺰﺍﺋﻪ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻓﻴﻌﻮﺩ ﺟﻨﺒﺎً، ﻭﻳﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﻛﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺗﻄﺎﻟﺒﻪ ﺑﺠﻨﺎﺑﺘﻬﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻵﺩﺍﺏ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻌﺰﻝ، ﺑﻞ ﻻ ﻳﺴﺮﺡ ﺇﻻ ﺇﻟﻰ ﻣﺤﻞ ﺍﻟﺤﺮﺙ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺮﺣﻢ، ﻓﻤﺎ ﻣﻦ ﻧﺴﻤﺔ ﻗﺪﺭ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﻮﻧﻬﺎ ﺇﻻ ﻭﻫﻲ ﻛﺎﺋﻨﺔ ﻫﻜﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ

Hasyiah As-Syarwani /I / 284

ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﻭﺃﻥ ﻻ ﻳﺰﻳﻞ ﺍﻟﺦ ‏) ﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺔ ﻭﺍﻟﺨﻄﻴﺐ ﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺍﻻﺣﻴﺎﺀ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺤﻠﻖ ﺃﻭ ﻳﻘﻠﻢ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﺤﺪ ﺃﻭ ﻳﺨﺮﺝ ﺩﻣﺎ ﺃﻭ ﻳﺒﻴﻦ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺟﺰﺀﺍ ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ ﺇﺫ ﺳﺎﺋﺮ ﺃﺟﺰﺍﺋﻪ ﺍﻟﺦ ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﻻﻥ ﺃﺟﺰﺍﺀﻩ ﺍﻟﺦ ‏) ﻇﺎﻫﺮ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺼﻨﻴﻊ ﺃﻥ ﺍﻻﺟﺰﺍﺀ ﺍﻟﻤﻨﻔﺼﻠﺔ ﻗﺒﻞ ﺍﻻﻏﺘﺴﺎﻝ ﻻ ﻳﺮﺗﻔﻊ ﺟﻨﺎﺑﺘﻬﺎ ﺑﻐﺴﻠﻬﺎ ﺳﻢ ﻋﻠﻰ ﺣﺞ ﺍﻩ ﻉ ﺵ ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﺗﻌﻮﺩ ﺇﻟﻴﻪ ﻓﻲ ﺍﻵﺧﺮﺓ ‏) ﻫﺬﺍ ﻣﺒﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻮﺩ ﻟﻴﺲ ﺧﺎﺻﺎ ﺑﺎﻻﺟﺰﺍﺀ ﺍﻻﺻﻠﻴﺔ ﻭﻓﻴﻪ ﺧﻼﻑ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺴﻌﺪ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﺍﻟﻨﺴﻔﻴﺔ ﺍﻟﻤﻌﺎﺩ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻻﺟﺰﺍﺀ ﺍﻻﺻﻠﻴﺔ ﺍﻟﺒﺎﻗﻴﺔ ﻣﻦ ﺃﻭﻝ ﺍﻟﻌﻤﺮ ﺇﻟﻰ ﺁﺧﺮﻩ ﻉ ﺵ ﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﺒﺠﻴﺮﻣﻲ ﻓﻴﻪ ﻧﻈﺮ ﻻﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺮﺩ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﺎ ﻣﺎﺕ ﻋﻠﻴﻪ ﻻ ﺟﻤﻴﻊ ﺃﻇﻔﺎﺭﻩ ﺍﻟﺘﻲ ﻗﻠﻤﻬﺎ ﻓﻲ ﻋﻤﺮﻩ ﻭﻻ ﺷﻌﺮﻩ ﻛﺬﻟﻚ ﻓﺮﺍﺟﻌﻪ ﻗﻠﻴﻮﺑﻲ ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺪﺍﺑﻐﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﻻﻥ ﺃﺟﺰﺍﺀﻩ ﺍﻟﺦ ﺃﻱ ﺍﻻﺻﻠﻴﺔ ﻓﻘﻂ ﻛﺎﻟﻴﺪ ﺍﻟﻤﻘﻄﻮﻋﺔ ﺑﺨﻼﻑ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻭﺍﻟﻈﻔﺮ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻌﻮﺩ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻨﻔﺼﻼ ﻋﻦ ﺑﺪﻧﻪ ﻟﺘﺒﻜﻴﺘﻪ ﺃﻱ ﺗﻮﺑﻴﺨﻪ ﺣﻴﺚ ﺃﻣﺮ ﺑﺄﻥ ﻻ ﻳﺰﻳﻠﻪ ﺣﺎﻟﺔ ﺍﻟﺠﻨﺎﺑﺔ ﺃﻭ ﻧﺤﻮﻫﺎ ﺍﻧﺘﻬﺖ ﺍﻩ ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﻭﻳﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﻛﻞ ﺷﻌﺮﺓ ﺍﻟﺦ ‏) ﻓﺎﺋﺪﺗﻪ ﺍﻟﺘﻮﺑﻴﺦ ﻭﺍﻟﻠﻮﻡ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻟﻔﺎﻋﻞ ﺫﻟﻚ ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻣﺤﻞ ﺫﻟﻚ ﺣﻴﺚ ﻗﺼﺮ ﻛﺄﻥ ﺩﺧﻞ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻟﻢ ﻳﻐﺘﺴﻞ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ ﻛﺄﻥ ﻓﺠﺄﻩ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻉ ﺵ

Al-Fawa’id Al-Makkiyah / 54

ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺍﻷﻏﻠﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻨﺪﻭﺏ ﺗﺎﺭﺓ ﻭﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﺍﺧﺮﻯ ﻭﻳﺤﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﺣﺪﻫﻤﺎ ﺑﺎﻟﻘﺮﻳﻨﺔ، ﻭﻗﺪ ﻳﺴﺘﻌﻤﻞ ﻟﻠﺠﻮﺍﺯ ﻭﺍﻟﺘﺮﺟﻴﺢ ﻭﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﻟﻠﺘﺤﺮﻳﻢ ﺍﻭ ﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ

Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj

( ﺗﺤﻔﺔ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺝ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ )V/56

menyatakan:

ﺍﻟﻨﺺ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﺎﺋﺾ ﺗﺄﺧﺬﻫﺎ " ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﻈﻔﺮ ﻭﺍﻟﻌﺎﻧﺔ ﻭﺍﻹﺑﻂ

Artinya: Menurut nash madzhab Syafi'i, perempuan haid boleh memotong kuku, bulu kemaluan, dan bulu ketiak.

Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan kata-kata Nabi saat Aisyah haid pada waktu haji wada'

ﺍﺧَﺮَﺟْﻨَﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓِﻲ ﺣَﺠَّﺔِ ﺍﻟْﻮَﺩَﺍﻉِ ﻓَﺄَﻫْﻠَﻠْﻨَﺎ ﺑِﻌُﻤْﺮَﺓٍ ، ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : " ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﻌَﻪُ ﻫَﺪْﻱٌ ﻓَﻠْﻴُﻬِﻞَّ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ، ﺛُﻢَّ ﻻ ﻳُﺤِﻞَّ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺘِﻤَّﻬُﻤَﺎ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻓَﻘَﺪِﻣْﺖُ ﻣَﻜَّﺔَ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺣَﺎﺋِﺾٌ ﻓَﻠَﻢْ ﺃَﻃُﻒْ ﺑِﺎﻟْﺒَﻴْﺖِ ﻭَﻻ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺼَّﻔَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﻭَﺓِ ، ﻓَﺸَﻜَﻮْﺕُ ﺫَﻟِﻚَ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ، ﻓَﻘَﺎﻝَ : " ﺍﻧْﻘُﻀِﻲ ﺭَﺃْﺳَﻚِ ﻭَﺍﻣْﺘَﺸِﻄِﻲ ﻭَﺃَﻫِﻠِّﻲ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺩَﻋِﻲ ﺍﻟْﻌُﻤْﺮَﺓَ

 Arti kesimpulan: Nabi memerintahkan Aisyah untuk menyisir rambut pada saat haid ( ﻭَﺍﻣْﺘَﺸِﻄِﻲ )
Seperti diketahui, menyisir rambut sangat berpotensi menggugurkan rambut. Itu artinya Nabi mengijinkan perempuan menggugurkan rambutnya saat haid.

Seorang yang junub atau perempuan yang haid sebaiknya tidak memotong kuku, rambut atau anggota tubuh yang lainnya. Alasan dari haI ini dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dan Abu Thalib al-Makky:

وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَحْلِقَ أَوْ يُقَلِّمَ أَوْ يَسْتَحِدَّ أَوْ يُخْرِجَ دَمًا أَوْ يُبِيْنَ مِنْ نَفْسِهِ جُزْءًا وَهُوَ جُنُبٌ إِذْ تُرَدُّ إِلَيْهِ سَائِرُ أَجْزَائِهِ فِي اْلآخِرَةِ فَيَعُوْدُ جُنُباً وَيُقاَلُ إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُهُ بِجِناَبَتِهَا

"Tidak seyogyanya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya disaat dia sedang berjunub karena seluruh bagian tubuhnya akan dikembalikan kepadanya di akhirat kelak, lalu dia akan kembali berjunub. Dikatakan bahwa setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut." (Ihya Ulumaddin, 2/325). Sumber kitab : Ihyaa ‘Uluum ad Dien karya Hujjatul Islam Abu Hamid al Ghazali (wafat tahun 505 H) juz II halaman 52, cetakan Daar Ihya al Kutub al ‘Arabiyyah Mesir / juz II halaman 325, maktabah syamilah.

Hasyiyah Syarwani:

أَنَّ الْأَجْزَاءَ الْمُنْفَصِلَةَ قَبْلَ الْإِغْتِسَالِ لَا يَرْتَفِعُ جَنَابَتُهَا بِغُسْلِهَا

"Bahwasanya anggota tubuh yang terpisah sebelum mandi, janabahnya tidak hilang dengan memandikannya

sebenarnya ini Hukumnya khilafiyyah (beda pendapat antara ulamak)

Hukum memandikan atau membasuh rambut yang sengaja dipotong sewaktu haid atau kuku yang sengaja dipotong ketika haid. Perlukah kita membasuhnya saat mandi wajib atau membiarkan begitu saja tanpa membasuhnya ?

Kewajiban dalam mandi adalah membasuh seluruh anggota badan, termasuk rambut dan kuku. Akan tetapi, rambut atau kuku yang talah terpotong tidak lagi termasuk anggota badan, maka tidak wajib membasuhnya. Artinya, tanpa membasuhnya, mandi seseorang telah dianggap cukup.

Imam 'Atha' sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, mengatakan: seorang yang junub diperbolehkan mencukur rambut dan memotong kuku. Hanya saja, menurut Imam al-Ghazali [dalam Ihya' Ulumuddin], seorang yang junub sebaiknya tidak memotong rambut dan kuku, bahkan dimohon untuk tidak mengeluarkan darah.
Alasannya, karena setiap anggota tubuh akan dikembalikan seperti semula pada hari kiamat nanti. Dikatakan, setiap rambut akan menuntut atas janabatnya. Pendapat Imam Ghazali ini banyak dilansir oleh kitab-kitab Madzhab, dan banyak diajarkan di kalangan penganut Madzhab Syafiiyah di Indonesia.

Walau sebenarnya terdapat catatan kritis dalam mengutip pendapat al-Ghazali ini, pengaruhnya masih sangat kuat.

Di beberapa kalangan masyarakat, wanita yang haidh biasanya menyimpan rambut atau kuku yang terpotong untuk dibasuh saat mandi nanti.

Catatan kritis tsb adalah bahwa tidak semua anggota badan akan dikembalikan seperti asalnya pada hari kiamat nanti. Darah, rambut dan kuku adalah diantaranya.
Kalau rambut dan kuku yang terpotong akan dikembalikan lagi seperti semula, maka pada hari kiamat nanti manusia akan berambut sangat panjang..

Tambahan dikit

Nihayatuzzein shohf 31

ومن كان عليه الحدث الأكبر والحدث الأصغر كفاه نية رفع الحدث الأكبر ويرتفع الأصغر في ضمنه ومن لزمه غسل يسن له أن لا يزيل شيئا من بدنه ولو دما أوشعرا أوظفرا حتى يغتسل لأن كل جزء يعود له في الآخرة فلو أزاله قبل الغسل عاد عليه الحدث الأكبر تبكيتا للشخص.


Bujairomi juz 1 shohf 241
قال ق ل: ولو بقي من أطراف شعره مثلا شيء ولو واحدة بلا غسل ثم أزالها بقص أو نتف مثلا لم يكف فلا بد من غسل موضعها.
 يحتجم الجنب، ويقلم أظفاره، ويحلق رأسه، وإن لم يتوضأ

Orang junub boleh bekam, memotong kuku, memotong rambut, meskipun belum berwudhu. (Shahih Bukhari, 1/65).

SUMBER BY DASI ON WA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kewajiban Qodlo sholat dalam perjalanan / sholat lihurmatil wakti

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokaatuh. Deskripsi Masalah : Pada suatu ketika saya dari surabaya berangkat jam 19:00 dan sampai ke J...