Jumat, 13 Oktober 2017

HUKUM IMAM SHOLAT YANG TIDAK SEMPURNA BACAANNYA (UMMI)

MENU DASI
One Day Three Problems

Deskripsi Masalah
Muhammad adalah ta'mir yang di lantik menjadi imam sholat maktubah padahal dia seorang yang ummi dan dia tidak bisa menolak karena sesepuh masjid sudah  cocok dengan muhammd, bahkan dia sudah menawarkan imam yang lain, akan tetapi ditolak oleh para sesepuh, dengan rasa hormatnya kepada para sesepuh dia tetap melaksanakanya sesuai dengan amanah yang ia terima, tapi untuk mengurangi sifat keummiyanya  dia masih belajar.

Pertanyaan :
A. Apakah bisa seorang ummi menjadi imam mlihat deskripsi di atas??
B. Sebatas mana seseorang itu bisa di kategorikan ummi?

Disajikan pada :
Senin, 09 oktober 2017,.Pukul: 20.00-22.00 wib
Diskusi 👇👇👇

 Dasi Muhajirin

الأمي من لا يحسن ولو حرفا من الفاتحة بأن يعجز عنه بالكلية

Ummi itu adalah orang yang tidak pas membaca fatihah wlwpn 1 huruf,dengan gambaran ia tidak bisa benar membc 1 huruf dengan keseluruhan ayat fatihah,


Seperti dia tidak pas bila setiap kali nyebut huruf ha, maksudnya tidak bisa membedakan ha kecil dan ha besar,

أو عن إخراجه من مخرجه

Atau dia tidak bisa mengeluarkan huruf dari makhraj nya,spt dia tidak ada beda nya belum nyebut ha di Allah dan ha di rahman,

أو عن أصل تشديد منها لرخاوة لسانه

Atau tidak pas mentasydidkan huruf yang bertasydid,karena lidahnya trlalu santai menyebutnya, seperti kalimat iyyaka na'budu

فلا يصح الاقتداء حينئذ

Maka tidak shoh menjadi makmum nya waktu orang itu msh ada lahan jali pada bacaan nya yang bisa merubah makna,spt contoh2 di atas

لأنه لا يصلح لتحمل القراءة والإمام

karena ia tidak pantas untuk di jadikan imam yang bisa menanggung fatihah si makmum di belakangnya

إلا إذا اقتدى به مثله في كونه أميا أيضا في ذلك الحرف بعينه بأن اتفق الإمام والمأموم في إحسان ما عداه

Kecuali yang mengikutinya di belakang itu sama sama ummiy juga pada huruf itu,misalnya Sm2 tidak bisa benar membc huruf RO,dengan gambaran si imam dan ma'mum tetap bagus apabila membac huruf slain RO.

Santri Mbelink :
Al bayan juz 2 shohf 405

ﻣﺴﺌﻠﺔ : ﺇﻣﺎﻣﺔ ﺍﻷﻣﻲ : ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ : ‏( ﻭﺍﻷﻣﻲ : ﻣﻦ ﻻ ﻳﺤﺴﻦ ﻓﺎﺗﺤﺔ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺇﻥ ﺃﺣﺴﻦ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ , ﻭﺍﻟﻘﺎﺭﻱﺀ : ﻫﻮ ﻣﻦ ﻳﺤﺴﻦ ﻓﺎﺗﺤﺔ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺤﺴﻦ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ‏)

Muhajirin :

الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء 1 صحـ : 143 مكتبة الإسلامية
( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ عَمَّنْ تَعَلَّمَ الْفَاتِحَةَ وَفِي حَرْفٍ مِنْهَا خَلَلٌ لِثِقَلٍ فِي اللِّسَانِ هَلْ تُجْزِيْهِ صَلاَتُهُ أَوْ لاَ وَهَلْ يَجِبُ التَّعَلُّمُ فِي جَمِيعِ عُمْرِهِ أَوْ لاَ وَهَلْ تَصِحُّ الْجُمُعَةُ إذَا لَمْ يَكْمُلِ الْعَدَدُ إلاَ بِهِ مَثَلاً أَوْ لاَ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ إنْ كَانَ ذَلِكَ الْخَلَلُ نَحْوَ فَأْفَأَةٍ بِأَنْ صَارَ يُكَرِّرُ الْحَرْفَ صَحَّتْ صَلاَتُهُ وَالْقُدْوَةُ بِهِ لَكِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ وَتَكْمُلُ الْجُمُعَةُ بِهِ وَلاَ يَلْزَمُهُ التَّعَلُّمُ وَإِنْ كَانَ لُثْغَةً فَإِنْ كَانَتْ يَسِيرَةً بِحَيْثُ يَخْرُجُ الْحَرْفُ صَافِيًا وَإِنَّمَا فِيهِ شَوْبُ اشْتِبَاهٍ بِغَيْرِهِ فَهَذَا أَيْضًا تَصِحُّ صَلاَتُهُ وَإِمَامَتُهُ وَتَكْمُلُ الْجُمُعَةُ بِهِ وَلاَ يَلْزَمُهُ التَّعَلُّمُ وَإِنْ كَانَ لُثْغَةً حَقِيقِيَّةً بِأَنْ كَانَ يُبْدِلُ الْحَرْفَ بِغَيْرِهِ فَتَصِحُّ صَلاَتُهُ لاَ الْقُدْوَةُ بِهِ إلاَ لِمَنْ هُوَ مِثْلُهُ بِأَنِ اتَّفَقَا فِي الْحَرْفِ الْمُبْدَلِ وَإِنْ اخْتَلَفَا فِي الْبَدَلِ فَلَوْ كَانَ كُلٌّ مِنْهُمَا يُبْدِلُ الرَّاءَ لَكِنَّ أَحَدَهُمَا يُبْدِلُهَا لاَمًا وَاْلآخَرُ عَيْنًا صَحَّ اقْتِدَاءُ أَحَدِهِمَا بِاْلآخَرِ وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمَا يُبْدِلُ الرَّاءَ وَاْلآخَرُ يُبْدِلُ السِّينَ لَمْ يَصِحَّ اقْتِدَاءُ أَحَدِهِمَا بِاْلآخَرِ هَذَا فِي غَيْرِ الْجُمُعَةِ - إلى أن قال - عِبَارَةُ الشَّرْحِ الْمَذْكُوْرِ وَمَنْ كَانَ بِلِسَانِهِ خَلَلٌ فِي الْفَاتِحَةِ مَثَلاً فَمَتَى رَجَى زَوَالَهُ عَادَةً لِتَعَلُّمٍ لَزِمَهُ وَإِنْ طَالَ الزَّمَنُ وَمَتَى لَمْ يَرْجُهُ كَذَلِكَ لَمْ يَلْزَمْهُ اهـ.

Ta`bir dalam bughyah :
(مسألة: ش): لا يصح اقتداء من يقرأ الفاتحة، وإن أخلّ ببعض حروفها، كأن يبدل السين تاء بمن لا يعرف الفاتحة أصلاً، بل يأتي ببدلها من قرآن أو ذكر ويجوز عكسه اهـ.
[فائدة]: لا يصح اقتداء قارىء بأمي، وهو من يخلّ بحرف من الفاتحة فخرج التشهد، فيصح اقتداء القارىء فيه بالأمي، وإن لم يحسنه من أصله، كما في النهاية والشوبري اهـ بجيرمي، ومثل التشهد التكبير والسلام إذ لا إعجاز في ذلك، لكن محله إن أتى ببدله من ذكر أو دعاء، فإن أخلّ بحرف من أحد الثلاثة فحكمه حكم الأمي اهـ باسودان

Dasi Muhajirin:
Makmum dengan orang yang ummiy..

وقد تجب المفارقة، كأن عرض مبطل لصلاة إمامه وقد علمه فيلزمه نيتها فورا وإلا بطلت، وإن لم يتابعه اتفاقا، كما في المجموع
(ولا) قدوة (قارئ بأمي) وهو من يخل بالفاتحة أو بعضها، ولو بحرف منها، بأن يعجز عنه بالكلية، أو عن إخراجه عن مخرجه، أو عن أصل تشديدة، وإن لم يمكنه التعلم ولا علم بحاله
ويصح الاقتداء بمن يجوز كونه أميا إلا إذا لم يجهر في جهرية فيلزمه مفارقته، فإن استمر جاهلا حتى سلم لزمته الاعادة، ما لم يتبين أنه قارئ

WAJIB MUFARAQAH, seperti misalnya TERJADI SESUATU yang MEMBATALKAN SHOLAT IMAM, maka wajib ber-mufaraqah seketika, jika tidak maka batal Sholatnya, meski (sudah) tidak mengikuti Imam tersebut, hal ini disepakati oleh para 'ulama seperti yang ada di kitab Majmu'.
Dan TIDAK SAH seorang Qori' bermakmum pada seorang yang Ummi, yaitu orang yang merusak bacaan fatihahnya, atau sebagian dari fatihah itu, meski hanya satu huruf, baik karena tidak bisa membaca secara keseluruhannya atau tidak sesuai makhrojnya, atau tasydidnya, sekalipun hal itu dikarenakan ia sudah tidak mungkin untuk belajar, dan makmum tidak mengerti akan keadaannya.

SAH bermakmum kepada Imam yang disangka Ummi, kecuali jika ketika sholat jahriyah Imam tersebut tidak mengeraskan Bacaannya, untuk itu wajib mufaroqoh, jika ia meneruskan sholatnya bersama Imam tersebut dalam keadaan tidak tahu sampai Salam, maka ia wajib mengulang solatnya, jika sampai salam tidak jelas apakah dia QOri'.

Bila makmum mengetahuinya setelah rampung shalat maka wajib mengulang shalatnya kalau mengetahuinya di tengah-tengah shalat maka ia wajib memutus shalatnya dan memulai lagi

( ولو اقتدى بمن ظنه أهلا ) للإمامة ( فبان خلافه ) كأن ظنه قارئا أو غير مأموم أو رجلا أو عاقلا فبان أميا أو مأموما أو امرأة أو مجنونا أعاد الصلاة وجوبا لتقصيره بترك البحث في ذلك
( قوله أعاد ) أي المقتدي وهو جواب لو ومحل الإعادة إن بان بعد الفراغ من الصلاة فإن بان في أثنائها وجب استئنافها

Bila ia (seorang laki-laki) bermakmum pada imam yang menurut prasangkanya ahli/mahir untuk menjadi imam tetapi kenyataannya berbeda seperti ia menyangka imamnya Qaari’ (ahli baca alQuran) atau bukan berstatus makmum atau laki-laki, atau berakal tapi kenyataannya imamnya UMMI (tidak fashih baca alquran) atau berstatus makmum pada orang lain atau perempuan atau gila maka ia wajib mengulang shalatnya karena sembrononya dalam rangka tidak mau meneliti imamnya terlebih dahulu sebelum shalat.
(keterangan maka ia wajib mengulang) bila kejelasan kenyataan imamnya setelah ia rampung shalat tapi bila kejelasannya ditengah-tengah shalat maka ia wajib memutuskan shalatnya dan memulainya dari awal.

I’aanah at-Thoolibiin

Muhajirin
Secara bahasa, al-‘ummiy maknanya adalah :

نسبة إلى الأم أو الأمة ومن لا يقرأ ولا يكتب والعيي الجافي

“Merupakan nisbah kepada al-umm atau al-ummah dan orang yang tidak bisa membaca dan menulis. Juga dinisbatkan kepada orang yang susah bicara dan kasar perangainya” Al-Mu’jamul-Wasiith, 1/58.

والأُمِّيّ الذي لا يَكْتُبُ قال الزجاج الأُمِّيُّ الذي على خِلْقَة الأُمَّةِ لم يَتَعَلَّم الكِتاب فهو على جِبِلَّتِه وفي التنزيل العزيز ومنهم أُمِّيُّون لا يَعلَمون الكتابَ إلاّ أَمَانِيَّ ...... وكانت الكُتَّاب في العرب من أَهل الطائف تَعَلَّموها من رجل من أهل الحِيرة وأَخذها أَهل الحيرة عن أَهل الأَنْبار وفي الحديث إنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لا نَكْتُب ولا نَحْسُب أَراد أَنهم على أَصل ولادة أُمِّهم لم يَتَعَلَّموا الكِتابة والحِساب فهم على جِبِلَّتِهم الأُولى وفي الحديث بُعِثتُ إلى أُمَّةٍ أُمِّيَّة قيل للعرب الأُمِّيُّون لأن الكِتابة كانت فيهم عَزِيزة أَو عَديمة ومنه قوله بَعَثَ في الأُمِّيِّين رسولاً منهم

“Al-ummiy adalah orang yang tidak bisa menulis. Az-Zujaaj berkata : ‘Al-ummiy adalah orang yang berada pada kondisi awal umat (ketika dilahirkan) yang tidak mempelajari kitab dan tetap dalam keadaannya seperti itu (hingga dewasa)’. Dan dalam Al-Qur’an disebutkan : ‘Dan di antara mereka ada orang-orang ummiy (buta huruf), tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka’ (QS. Al-Baqarah : 78).... Dulu, orang-orang yang dapat menulis dari kalangan bangsa ‘Arab dari penduduk Thaaif mempelajari ilmu tersebut dari laki-laki penduduk Hiirah, dimana penduduk Hiirah mengambil ilmu tersebut dari penduduk Anbaar. Dalam hadits disebutkan : ‘Sesungguhnya kami adalah umat yang ummiy, tidak pandai menulis dan tidak pula berhitung’[1]; maksudnya bahwa mereka (bangsa ‘Arab) berada dalam kondisi awal seperti saat dilahirkan oleh ibu mereka yang tidak belajar menulis dan berhitung, dan mereka tetap dalam kondisi mereka yang pertama tersebut (hingga dewasa). Dalam hadits disebutkan : ‘Aku diutus kepada umat yang ummiy’[2]. Orang ‘Arab dikatakan sebagai al-ummiyyuun, karena pengetahuan menulis di sisi mereka merupakan sesuatu yang sangat jarang. Dari hal tersebut adalah firman-Nya : ‘yang mengutus kepada kaum yang ummiy (buta huruf) seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri’ (QS. Al-Jumu’ah : 2)....” [Lisaanul-‘Arab, 12/22].

Tuhfah Al Ahwadzi, 8/264
Imam Alusi berkata, “Dan yang dimaksud dengan itu (Ummi) adalah karena mereka pada asal kelahiran ibu mereka tidak mengetahui tulisan dan berhitung.”

- Tafsir Al-Qurthuby

الثالثة : قوله تعالى : الأمي هو منسوب إلى الأمة الأمية ، التي هي على أصل ولادتها ، لم تتعلم الكتابة ولا قراءتها ; قاله ابن عزيز . وقال ابن عباس رضي الله عنه : كان نبيكم صلى الله عليه وسلم أميا لا يكتب ولا يقرأ ولا يحسب ; قال الله تعالى : وما كنت تتلو من قبله من كتاب ولا تخطه بيمينك . وروي في الصحيح عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إنا أمة أمية لا نكتب ولا نحسب . الحديث . وقيل : نسب النبي صلى الله عليه وسلم إلى مكة أم القرى ; ذكره النحاس .

-Tafsir Baghowi

قوله تعالى : ( الذين يتبعون الرسول النبي الأمي ) وهو محمد - صلى الله عليه وسلم - . قال ابن عباس رضي الله عنهما هو نبيكم كان أميا لا يكتب ولا يقرأ ولا يحسب . وقال النبي - صلى الله عليه وسلم - : " إنا أمة أمية لا نكتب ولا نحسب " وهو منسوب إلى الأم ، أي هو على ما ولدته أمه . وقيل هو منسوب إلى أمته ، أصله أمتي فسقطت التاء في النسبة كما سقطت في المكي والمدني وقيل : هو منسوب إلى أم القرى وهي مكة .

Ath-Thabariy rahimahullah berkata :

يقول تعالى ذكره:(وَما كُنْتَ) يا محمد(تَتْلُوا) يعني: تقرأ (مِنْ قَبْلِهِ) يعني: من قبل هذا الكتاب الذي أنزلته إليك(مِنْ كِتَابٍ وَلا تخُطُّهُ بِيَمِينِكَ) يقول: ولم تكن تكتب بيمينك، ولكنك كنت أمِّيًّا(إذًا لارْتابَ المُبْطِلَونَ) يقول: ولو كنت من قبل أن يُوحَى إليك تقرأ الكتاب، أو تخطه بيمينك،(إذًا لارْتَابَ) يقول: إذن لشكّ -بسبب ذلك في أمرك، وما جئتهم به من عند ربك من هذا الكتاب الذي تتلوه عليهم- المبطلون القائلون إنه سجع وكهانة، وإنه أساطير الأوّلين

“Makna firman Allah ta’ala tersebut adalah : ‘Dan engkau, wahai Muhammad, tidak pernah membaca kitab sebelum kitab ini yang turun kepadamu. Dan engkau tidak pernah menulis dengan tangan kananmu, karena engkau seorang yang ummiy. ‘Apabila (engkau pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari (mu)’ – maksudnya : seandainya engkau sebelum diwahyukan pernah membaca kitab atau menulisnya dengan tangan kananmu. ‘Niscaya benar-benar ragulah orang yang mengingkarimu’ – maksudnya : maka mereka sungguh akan ragu-ragu dengan sebab itu dalam urusanmu. Dan tidaklah engkau mendatangi mereka dengan kitab ini yang berasal dari sisi Rabbmu yang engkau bacakan kepada mereka, mereka akan mengingkari dengan mengatakan bahwa itu hanyalah sajak, dukun, dan dongeng orang-orang terdahulu” [Tafsiir Ath-Thabariy.

Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :

ثم قال تعالى: { وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ } ، أي: قد لبثت في قومك -يا محمد -ومن قبل أن تأتي بهذا القرآن عُمرا لا تقرأ كتابا ولا تحسن الكتابة، بل كل أحد من قومك وغيرهم يعرف أنك رجل أمي لا تقرأ ولا تكتب. وهكذا صفته في الكتب المتقدمة، كما قال تعالى: { الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ } الآية [الأعراف: 157].

“Kemudian Allah ta’ala berfirman : ‘Dan engkau tidak pernah membaca sebelumnya (Al Qur'an) sesuatu Kitab pun dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu ; yaitu : sungguh engkau telah tinggal di kaummu – wahai Muhammad – sebelum diberikan Al-Qur’an ini kepadamu beberapa masa, engkau belum pernah membaca kitab dan engkau tidak pandai menulis. Bahkan, setiap seorang dari kaummu atau selain kaummu mengetahui bahwa engkau adalah seorang laki-laki yang ummiy, tidak bisa membaca dan menulis. Demikianlah sifatnya yang ada dalam kitab terdahulu, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummiy yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar’ (QS. Al-A’raaf : 157).

 لِلْإِمَامِ صِفَاتٌ : صِفَاتٌ مُسْتَحَبَّةٌ وَصِفَاتٌ مَشْرُوْطَةٌ ، فَالْمُسْتَحَبَّةُ سِتَّةٌ وَهِيَ الْفِقْهُ وَالْقِرَاءَةُ وَالْوَرَعُ وَالسِّنُّ وَالنَّسَبُ وَالْهِجْرَةُ وَالْمَشْرُوْطَةُ سِتَّةٌ اَحَدُهَا وَثَانِيْهَا اَنْ لَا يَكُوْنَ مُحْدِثًا اَوْ جُنُبًا وَثَالِثُهَا اَنْ لَا يَكُوْنَ عَلَى ثَوْبِهِ اَوْ بَدَنِهِ نَجَاسَةٌ غَيْرُ مَعْفُوٍّ عَنْهَا وَرَابِعُهَا اَنْ لَا يَمَسَّ ذَكَرَهُ وَخَامِسُهَا اَنْ لَا يَتْرُكَ الْإِعْتِدَالَ وَالطُّمَأْنِيْنَةَ فِي الصَّلَاةِ وَلَوْ نَفْلًا وَسَادِسُهَا اَنْ لَا يَتْرُكَ قِرَاءَةَ الْفَاتِحَةِ مَعَ اِمْكَانِهَا



Imam mempunyai beberapa sifat, sifat yang mustahabbah (sifat yang disunnahkan / dianjurkan) , dan sifat yang masyruthah (sifat yang disyaratkan, sifat yang wajib ada).

Adapun sifat yang mustahabbah ada 6 :

1. Fiqh ( mengerti ilmu fiqh)
2. Qira'ah ( banyak hafalan Al Quran )
3. Wara ( mempunyai sifat wara, kehati-hatian dalam mengamalkan agama )
4. Sinnun ( usia lebih tua )
5. Nasab ( keturunan mulia )
6. Hijrah ( yang melakukan hijrah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam)


Adapun shifat yang masyruthah (sifat yang disyaratkan, sifat yang wajib ada) juga ada enam

1  dan 2 Tidak berhadats kecil dan junub (hadats besar)
3. Tidak ada najis yang tidak ma’fu di bajunya atau badannya
4. Tidak memegang kemaluannya
5. Tidak meninggalkan i’tidal dan tuma`ninah didalam shalat, meskipun shalat sunnah
6. Tidak meninggalkan bacaan surat Al Fatihah sementara dia mampu membacanya
Wallaahu A’lam

Sumber : Syarh ‘Alaa Hadiyyatinnaashih, Imam Ramli halaman 9-10 (Makhthuthath), bikhtishaar.


KESIMPULAN
1. Tidak bisa kecuali Ma'mumnya juga ummi,
2. Ummi adalah orang yang tidak bagus dalam membaca Al-fatihah walaupun 1 huruf.
Contoh : dho' di baca dlo'
3. Imam mempunyai beberapa sifat, sifat yang mustahabbah (sifat yang disunnahkan / dianjurkan) , dan shifat yang masyruthah (sifat yang disyaratkan, sifat yang wajib ada).

Adapun sifat yang mustahabbah ada 6 :
1. Fiqh ( mengerti ilmu fiqh)
2. Qira'ah ( banyak hafalan Al Quran )
3. Wara ( mempunyai sifat wara, kehati-hatian dalam mengamalkan agama )
4. Sinnun ( usia lebih tua )
5. Nasab ( keturunan mulia )
6. Hijrah ( yang melakukan hijrah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam)


Adapun sifat yang masyruthah (sifat yang disyaratkan, sifat yang wajib ada) juga ada enam

1  dan 2 Tidak berhadats kecil dan junub (hadats besar).
3. Tidak ada najis yang tidak ma’fu di bajunya atau badannya
4. Tidak memegang kemaluannya
5. Tidak meninggalkan i’tidal dan tuma`ninah didalam shalat, meskipun shalat sunnah
6. Tidak meninggalkan bacaan surat Al Fatihah sementara dia mampu membacanya.

Sumber by. Dasi on WA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kewajiban Qodlo sholat dalam perjalanan / sholat lihurmatil wakti

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokaatuh. Deskripsi Masalah : Pada suatu ketika saya dari surabaya berangkat jam 19:00 dan sampai ke J...