MENU DASI
One Day Three Problems
Deskripsi
Syaa pernah dengar bahwa mengkijing (membangun) kuburan itu tidak.
Pertanyaan:
A: bagaimana humnya mengkijing (membagun) kuburan.
B: kalau memang tidak boleh apakau ada qoul yg memperbolehkan.
C: dan apakah orang yg sudah meninggal akan mendapatkan siksa, karna perbuatan orang yg masih hidup.
Disajikan pada :
Rabu, 11oktober 2017, Pukul: 14.30-16.30 WIB
Alfadl Reload:
1. Mengijing kuburan hukumnya makruh jika di tanah pribadi dan haram jika di tanah waqof atau kuburan umum.
Fathul Mu’in
(وكره بناء له) أي للقبر، (أو عليه) لصحة النهي عنه بلا حاجة، كخوف نبش، أو حفر سبع أو هدم سيل.
Makruh hukumnya membangun suatu bagunan di atas kuburan, karena adanya hadits shahih yang melarangnya, bila hal tersebut dilakukan tanpa keperluan seperti kekhawatiran akan digali dan dibongkar binatang buas, atau diterjang banjir.
ومحل كراهة البناء، إذا كان بملكه، فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر، أو نحو قبة عليه بمسبلة، وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها، عرف أصلها ومسبلها أم لا، أو موقوفة، حرم، وهدم وجوبا، لانه يتأبد بعد انمحاق الميت
Dan kemakruhan tersebut bila kuburan itu berada di tanah miliknya sendiri. Sedangkan membangun kuburan tanpa ada suatu keperluan sebagaimana yang telah dijelaskan, atau memberi kubah di atas kuburan yang terletak di pemakaman umum, atau di tanah wakaf, maka hukumnya haram dan wajib dihancurkan, karena bangunan tersebut akan mash ada setelah jenazahnya hancur (mengabadikan jenazah setelah kehancurannya).
و قال البجيرمي : واستثنى بعضهم قبور الأنبياء والشهداء والصالحين و غيرهم
Dan berkata Imam Al Bujayrimiy: “Sebagian ulama mengecualikan keberadaan bangunan kuburan pada kuburan para Nabi, Syuhada, dan orang-orang shalih, dan semisalnya.”
المجموع شرح مهذب ج ٥ ص ٢٦٠
قال الشافعي والأصحاب: يكره أن يجصص القبر، وأن يكتب عليه اسم صاحبه أو غير ذلك، وأن يبنى عليه، وهذا خلاف فيه عندنا، وبه قال مالك وأحمد وداود وجماهير العلماء، وقال أبو حنيفة: لا يكره، دليلنا الحديث السابق، قال أصحابنا رحمهم الله: ولا فرق في البناء بين أن يبنى قبة أو بيتاً أو غيرهما، ثم ينظر فإن كان مقبرة مسبلة حرم عليه ذلك؛ قال أصحابنا ويهدم هذا البناء بلا خلاف. قال الشافعي في «الأم»: ورأيت من الولاة من يهدم ما بنى فيها، ولم أر الفقهاء يعيبون عليه ذلك، ولأن في ذلك تضييقاً على الناس، قال أصحابنا: وإن كان القبر في ملكه جاز بناء ما شاء مع الكراهة، ولا يهدم عليه، قال أصحابنا: وسواء كان المكتوب على القبر في لوح عند رأسه كما جرت عادة بعض الناس أم في غيره، فكله مكروه لعموم الحديث، قال أصحابنا وسواء في كراهة التجصيص للقبر في ملكه أو المقبرة المسبلة، وأما تطيين القبر، فقال إمام الحرمين والغزالي يكره ونقل أبو عيسى الترمذي في جامعه المشهور أن الشافعي قال: لا بأس بتطيين القبر، ولم يتعرض جمهور الأصحاب له؛ فالصحيح أنه لا كراهة فيه، كما نص عليه. ولم يرد فيه نهي.
Apabila pengijingannya dihukumi makruh maka tidak harus dibongkar (lebih baik dibongkar). Sedangkan barang bongkaran harus dikembalikan kepada pemiliknya.
Namun apabila pemiliknya tidak diketahui maka termasuk harta yang disia-siakan yang harus diserahkan ke baitul mal.
Apabila mengijingnya dihukumi haram maka harus dibongkar oleh Hakim atau perorangan yang mendapat izin dari hakim.
تحفة المحتاج ٢٦ ص ٥٤
فَالْمَمْلُوكَةُ لِمَالِكِهَا إنْ عُرِفَ وَإِلا فَمَالٌ ضَائِعٌ أَيْ: إنْ أَيِسَ مِنْ مَعْرِفَتِهِ يَعْمَلُ فِيهِ الإِمَامُ بِالْمَصْلَحَةِ وَكَذَا الْمَجْهُولُ وَلا يَجُوزُ لِغَيْرِ الْمَوْقُوفِ عَلَيْهِ الْبِنَاءُ مَثَلا فِي هَوَاءِ الْمَوْقُوفِ ; لأَنَّهُ مَوْقُوفٌ كَمَا أَنَّ هَوَاءَ الْمَمْلُوكِ مَمْلُوكٌ, وَالْمُسْتَأْجَرِ مُسْتَأْجَرٌ فَلِلْمُسْتَأْجَرِ مَنْعُ الْمُؤَجِّرِ مِنْ الْبِنَاءِ فِيهِ أَيْ: إنْ أَضَرَّهُ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ
إعانة الطالبين ج ١ ص ٢٠
(قوله: وهدم جوباً) أي والهادم له الـحاكم أي يجب علـى الـحاكم هدمه دون الآحاد . وقال ابن حجر : ويبنغي أن لكل أحد هدم ذلك، ما لـم يخش منه مفسدة، فـيتعين الرفع للإِمام. اهـ. بجيرمي. (قوله: لأنه يتأبد) أي لأن البناء يستـمر بعد بلاء الـميت، فـيحرم الناس تلك البقعة.
حاشية البجيرمي على الخطيب في باب الصلاة
قَوْلُهُ: (وَهُدِمَ) إلا إنْ اُحْتِيجَ إلَى الْبِنَاءِ فِيهَا لِخَوْفِ نَبْشِ سَارِقٍ أَوْ سَبُعٍ أَوْ تَخْرِقَةِ سَيْلٍ فَلا يُهْدَمُ إلا مَا حُرِّمَ وَضْعُهُ, وَالْهَادِمُ لَهُ الْحَاكِمُ أَيْ يَجِبُ عَلَى الْحَاكِمِ هَدْمُهُ دُونَ الآحَادِ م ر وَقَالَ حَجّ: وَيَنْبَغِي أَنَّ لِكُلِّ أَحَدٍ هَدْمُ ذَلِكَ مَا لَمْ يُخْشَ مِنْهُ مَفْسَدَةٌ فَيَتَعَيَّنُ الرَّفْعُ لِلإِمَامِ.
Dasi Benjamin:
Tercatat dalam kitab Ibanah al-Ahkam syarah Bulugh al-Maram juz 2 halaman 194 berikut :
Rasulallah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulallah melarang mengkapur kuburan, duduk di atasnya dan membangun bangunan di atasnya.”
Dalam menafsiri hadits pelarangan membangun bangunan di atas kuburan tersebut, para ulama madzhab berbeda pendapat.
1.Menurut asy-Syafi’i dan para pengikutnya, Abu Hanifah dan pengikut madzhab Ahmad bin Hanbal (dalam satu pendapat kuat), bahwa pelarangan membangun kuburan yang di maksud adalah makruh jika dibangun di atas kuburan milik pribadi (bukan wakaf atau musabbal). Dan jika bangunan tersebut dibangun di atas pekuburan musabbal (tempat yang sudah menjadi kebiasaan daerah setempat dibuat untuk mengubur mayit) atau kuburan wakaf, maka hukumnya haram dan wajib dirobohkan.
2.Sedangkan menurut ulama Malikiyyah, makruh hukumnya membangun bangunan di atas kuburan tanah bebas (tidak ada pemilik), atau milik seseorang tapi dengan izin atau di bumi mati (mawat) bila tidak kerena sombong. Dan hukumnya haram jika dibangun di atas kuburan tanah tidak bebas seperti tanah wakaf atau membangun karena sombong.
Keharaman membangun bangunan di atas kuburan wakaf atau musabbal, baik kubah atau yang lain, adalah jika tidak ada kekhawatiran dibongkar orang. Jika ada kekhawatiran, maka membangun bangunan tersebut hukumnya boleh.
Jika bangunan makam, baik kubah atau yang lain, sudah ada sedari dulu tanpa diketahui apakah dulunya dibangun dengan benar, artinya dibangun di atas tanah yang bukan wakaf atau musabbal atau dibangun dengan tidak benar seperti di bangun di atas tanah wakaf atau musabbal, maka bangunan kuburan tersebut tidak boleh dirobohkan karena kita tidak yakin jika bangunan tersebut adalah maksiyat. Dan ketetapan hukum ini yang seyogyanya di buat pijakan untuk menyikapi kubah-kubah makam wali-wali di tanah jawa.
Menurut sebagian ulama Syafi’iyyah, membangun kuburan nabi, wali dan orang-orang saleh di atas kuburan musabbal atau wakaf diperbolehkan.
Sedangkan pendapat yang laen mengatakan haram mutlak tanpa terkecuali, artinya baik nabi, wali atau orang biasa hukumnya sama.
Kemudian hukum makruh membangun bangunan di atas tanah pribadi seperti keterangan di atas adalah jika mayit yang dikubur tersebut bukan seorang Nabi, wali atau orang shaleh. Jika mayit yang dikubur adalah seorang Nabi, wali atau orang saleh, maka membangun bangunan di atasnya adalah termasuk qurbah (sesuatu yang di nilai ibadah). Sebab, dapat menghidupkan makam untuk diziarahi dan untuk tabarruk (mendapatkan berkah) sebagaimana dikatakan oleh Zakariyya al-Anshari dan ulama-ulama lain.
Dalam kitab Asna al-Mathalib bab washiyat disebutkan:
(وَتَصِحُّ ) مِنْ مُسْلِمٍ وَكَافِرٍ ( بِعِمَارَةِ الْمَسَاجِدِ ) لِمَا فِيهَا مِنْ إقَامَةِ الشَّعَائِرِ ( وَقُبُورِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِينَ ) لِمَا فِيهَا مِنْ إحْيَاءِ الزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ بِهَا . قَالَ صَاحِبُ الذَّخَائِر : وَلَعَلَّ الْمُرَادَ أَنْ يُبْنَى عَلَى قُبُورِهِمْ الْقِبَابُ وَالْقَنَاطِرُ كَمَا يُفْعَلُ فِي الْمَشَاهِدِ إذَا كَانَ فِي الدَّفْنِ فِي مَوَاضِعَ مَمْلُوكَةٍ لَهُمْ أَوْ لِمَنْ دَفَنَهُمْ فِيهَا لاَ بِنَاءُ الْقُبُورِ نَفْسِهَا لِلنَّهْيِ عَنْهُ وَلاَ فِعْلُهُ فِي الْمَقَابِرِ الْمُسَبَّلَةِ فَإِنَّ فِيهِ تَضْيِيقًا عَلَى الْمُسْلِمِينَ .
“Sah wasiyat membangun masjid baik dari orang muslim atau kafir karena termasuk dari bagian untuk menjunjung syiar-syiar Islam. Termasuk juga makam para nabi, wali dan orang-orang shalih karena termasuk menghidupkan ziarah dan tabarruk di kuburan tersebut. Pengarang kitab Dzakha’ir berkomentar: ‘Mungkin maksudnya boleh membangun kubah, bangunan tinggi seperti yang dilakukan di tempat-tempat terhormat dan bersejarah itu baik adalah jika mayit dikuburkan di tanah milik pribadi dan bukan kuburan musabbal. Sebab, hal tersebut dapat menjadikan sempit bagi muslim yang akan dimakamkan di situ.”
Sedangkan menanggapi hadits riwayat Muslim yang sering juga dibuat dalil oleh pengikut faham yang mengharamkan mutlak membangun bangunan di atas kuburan, yaitu hadits berikut:
لَعَنَ اللهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang Yahudi dan Nashrani yang membuat masjid di kuburan-kuburan para nabinya.”
Al-'Allamah Abdurrauf Al-Munawi menguraikan bahwa hadits di atas berbicara tentang perilaku orang Yahudi dan Nashrani yang membuat makam para nabinya sebagai arah kiblat dengan iktikad yang bathil. Mereka juga bersujud di kuburan para nabi tersebut karena ta‘zhim (mengagungkan), menghadapkan shalat mereka ke arah makam tersebut dan membuat berhala-berhala yang menjadi sebab Allah melaknat mereka. Dan hal inilah yang dilarang oleh Allah kepada kaum muslim untuk mengikuti perilaku mereka.
Adapun membangun masjid di samping makam orang shalih atau shalat di kuburan dengan tujuan pahalanya disampaikan kepada mayit yang dikubur di makam tersebut dengan tidak ada niat mengagungkan tempat tersebut atau shalat menghadap makam-makam tersebut maka itu tidak ada dosa baginya. Bukankah makam Nabiyullah Isma’il berada di Hathim (tembok Ka’bah) di dalam Masjidil Haram? ( Faidh al-Qadir juz 4 hlm. 591 (hadits no. 5995).)
Rujukan :
Hasyiyah asy-Syarwani juz 3 hlm. 216.
Ibid juz 3 hlm. 217.
Hasyiyah al-Bajuri juz 1 hlm. 257.
Hasyiyah asy-Syarwani juz 3 hlm. 216.
Tarikh al-Hawadits hlm 54.
Dasi Ibnu Qusyairi :
Rasulullah SAW pernah bersabda “Barang siapa yang melakukan tradisi buruk dalam Islam maka atasnya balasannya dan balasan orang yang melakukan keburukan itu tanpa mengurangi sedikit pun balasan keburukan atas mereka” (HR Muslim)
Imam Abu Hamid pernah berkata pula dalam kitab Ihya Ulumuddin, “Beruntunglah orang-orang yang apabila ia mati, mati bersama dosa-dosanya. Maka kesengsaraan panjanglah bagi orang yang mati tapi dosa-dosanya tidak mati selama ratusan tahun atau lebih lama dari itu yang membuatnya tersiksa dalam kuburnya” (Ihya Ulumuddin 2/73).
Alfadl Reload :
.من سن في الإسلام سنة حسة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيئ،ومن سن في الإسلام سنة سيئة فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزر من عمل بها ولا ينقص من أجورهم شيئ. رواه مسلم
Barang siapa yang membuat sunah yang baik dalam agama islam maka dia akan mendapat pahala dari perbuatan tersebut serta pahala dari orang-orang yang melakukan setelahnya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barang siapa yang membuat sunah yang jelek maka dia akan mendapat dosa dari perbuatan itu dan dosa-dosa orang yang setelahnya yang meniru perbuatan tersebut tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka. HR.Muslim.
ان البدعة الحسنة الموافقة لمقصود الشرع تسمى فبناء القباب على القبور العلماء والاولياء والصلحاء ووضع الستور والعمائم والثياب علي القبور امر جائز اذا كان القصد بذلك التعظيم اعين العماة حتى لا يحقروا صاحب القبر وكذا ايقاء القناديل والشمع عند قبور الاولياء والصلحاء من الباب التعظيم والاجلال ايضا للاولياء فالمصود.
Rumusan Diskusi
A. Hukumnya makruh jika di atas tanah milik pribadi Dan haram jika kuburan di atas tanah Musabbal, waqaf atau kuburan umum.
Dikecualikan dari hukum di atas yaitu kuburan para Nabi, Auliya' dan para Sholihin Karena untuk Berziarah dan tabarruk.
B. Menurut madzhab Maliki di perbolehkan dengan catatan tidak ada unsur sombong dan kekhawatiran di bongkar orang.
C. Ada, yaitu kemaksiatan yang ia kerjakan dan di ikuti oleh orang-orang sesudahnya.
Sumber by. Dasi on WA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar